Keraton Sultan Bacan yaitu salah satu Wisata Sejarah di Pulau Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Keraton ini beratap hijau yang khas kolonial menjadi bangunan terakhir yang ditinggali oleh Sultan Bacan. Salah satu alasan yang menarik wisatawan untuk mengunjungi keraton ini yaitu untuk melihat benda bersejarah.
Jika Anda beruntung, maka Anda mempunyai kesempatan untuk melihat mahkota Sultan Bacan yang disebut Lakare. Lakare terbuat dari materi Kain Beludru yang tidak pernah usang, lakare tersebut juga diperindah batu-batu mulia yang asli. Lakare, payung kebesaran dan keris yang dapat Anda lihat ketika Sultan Bacan berada di kediamannya. Keraton Sultan Bacan berada di Jalan Oesman Syah, kelurahan Amasing Kota, kecamatan Bacan.
Sejarah
Menurut Hikayat Bacan, yang dipublikasikan pada tahun 1923 oleh W. Ph. Coolhaas dalam Tijdschrift van het Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschap (jilid LXIII, penerbitan kedua), disebutkan bahwa pada zaman dahulu, pulau Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan Bacan menyatu dalam satu semenanjung, yang dinamakan Tanah Gapi. Kemudian datanglah seorang saudagar sekaligus pendakwah dari Jazirah Arab yang berjulukan Jafar Sadek ke Tanah Gapi. Jafar Sadek mempunyai empat orang anak pria dan empat orang anak perempuan. Ketika anak-anaknya telah menginjak dewasa, Jafar Sadek berdoa kepada Allah SWT semoga anak-anaknya kelak dijadikan raja di tempat yang berlainan, dan sesudah itu terdengar guntur, kilat, hujan dan tornado di malam yang gelap gulita. Akibatnya, Tanah Gapi terpecah menjadi pulau-pulau. Anak lelaki pertama, Buka, lalu bertolak ke Makian dan menjadi cikal bakal Kerajaan Bacan. Anak lelaki kedua, Darajat, bertolak ke Moti dan menjadi cikal bakal Kerajaan Jailolo. Anak lelaki ketiga, Sahajat, pergi ke Tidore dan menjadi cikal bakal Kerajaan Tidore. Anak lelaki keempat, Mashur Malamo, berlayar ke Ternate dan menjadi cikal bakal Kerajaan Ternate, sedangkan keempat anak perempuannya pergi ke Banggai dan bermukim di sana. Kesultanan Bacan merupakan salah satu dari empat Kesultanan Moloku Kie Raha (Kesultanan Empat Gunung di Maluku) yang ada di Maluku Utara.
Kedudukan awal Kerajaan Bacan bermula di Makian Timur, lalu dipindahkan ke Kasiruta alasannya bahaya gunung berapi Kie Besi. Kebanyakan rakyat Bacan yaitu orang Makian yang ikut dalam penyelamatan bersama rajanya. Diperkirakan, Kerajaan Bacan didirikan pada tahun 1322.
Raja pertama Bacan yaitu Said Muhammad Bakir, atau Said Husin, yang berkuasa di Gunung Makian dengan gelar Maharaja Yang Bertahta Kerajaan Moloku Astana Bacan, Negeri Komala Besi Limau Dolik. Raja pertama ini berkuasa selama 10 tahun, dan meninggal di Makian. Pada 1343, bertahta di Kerajaan Bacan Kolano Sida Hasan. Dengan bekerja sama dengan Tidore, Sida Hasan berhasil merebut kembali Pulau Makian dan beberapa desa di sekitar Pulau Bacan dari tangan Raja Ternate, Tulu Malamo.
Sida Hasan naik tahta menggantikan ayahnya Muhammad Hasan pada tahun 1343. Pada masa Sida Hasan inilah terjadi penyelamatan ke Bacan. Orang-orang Makian yang dievakuasi ke Bacan menempati daerah Dolik, Talimau dan Imbu-imbu. Raja yang berkuasa pada tahun 1522 yaitu Zainal Abidin.
Bacan, dalam bahasa setempat artinya "membaca" memiiliki makna "usaha sadar seseorang untuk memasukkan sesuatu ke dalam otaknya untuk menjadi pengetahuan". Kesultanan Bacan memiliki peranan penting pada ketika itu sebagai pemasok bahan-bahan pangan untuk seluruh wilayah Maluku Utara. Pada masa kejayaannya dulu, wilayah kekuasaan Kesultanan Bacan tergolong cukup luas, yaitu dari sebagian daerah di Sulawesi bab utara, Filipina bab selatan sampai ke wilayah Papua sebelah barat. Tidak hanya itu, Pulau Bacan yang menjadi sentra Kesultanan Bacan yang mempunyai kekayaan hasil alam bahkan diminati dunia internasional pada waktu itu berupa rempah-rempah, menyerupai cengkeh dan pala.
Pengaruh bangsa Eropa pertama di Pulau Bacan diawali dengan kedatangan bangsa Portugis untuk mencari rempah-rempah yang menjadi komoditas dan mempunyai nilai hemat yang tinggi di pasar Eropa waktu itu. Bermula dari inilah kesudahannya Pulau Bacan secara silih berganti menjadi koloni sejumlah negara dari Eropa, menyerupai Portugis, Spanyol, dan terakhir Belanda. Perebutan monopoli akan rempah-rempah tersebut, pada tahun 1889 sistem monarki Kesultanan Bacan diganti dengan sistem ke pemerintahan di bawah kontrol Hindia Belanda.
Foto Istana Sultan Bacan (tahun 1924) |
Sumber: Kekunaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar